Bahasa |

Lebih dari 80 Persen Pasien Kanker Terlambat Periksa ke Dokter


Lebih dari 80 Persen Pasien Kanker Terlambat Periksa ke Dokter

Senin, 18/10/2021

Jakarta, YKPI - Hasil penelitian terbaru yang dilakukan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menemukan, lebih dari 80 pasien kanker terlambat memeriksakan diri ke dokter.

Hasil ini diperoleh dalam sebuah studi kecil yang melibatkan 300 pasien kanker yang datang ke RSCM Jakarta, sebagai sampling penelitian.

"Secara keseluruhan, yang betul-betul tidak ada keterlambatan hanya 13,4 persen. Jadi lebih dari 80 persen ada keterlambatan, baik disebabkan oleh pasien maupun layanan kesehatan," terang Spesialis Bedah Onkologi RS Cipto Mangunkusumo, dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B(K)Onk., M.Epid., MARS dalam webinar 'Think Pink: Breast Cancer Awareness Month' yang digelar oleh Atamerica pada Sabtu (16/10).

Dalam penelitian tersebut, RSCM membagi keterlambatan menjadi dua definisi, yaitu keterlambatan karena pasien (patient delay) dan keterlambatan karena layanan kesehatan (provider delay).

Selanjutnya, keterlambatan karena patient (patient delay) juga terbagi dua, yakni patient delay-1 dan patient delay-2. Patient delay-1 dihitung sejak mulai ada gejala hingga datang ke fasilitas kesehatan. Apabila lebih dari 90 hari, maka dianggap terlambat.

"Patient delay-2, apabila lebih dari 90 hari sejak dari terdiagnosis hingga diberikan pengobatan yang definitif, entah itu operasi maupun kemoterapi," ujar dr. Sonar.

Sementara untuk keterlambatan karena faktor pelayanan (provider delay), juga dibagi menjadi dua macam, yaitu keterlambatan karena faktor dokter (physician delay), dan keterlambatan karena faktor sistem kesehatan (system delay).

Dari berbagai faktor yang menyebabkan keterlambatan, dr. Sonar menyebut penelitian ini menemukan sejumlah penyebab. Salah satunya usia. Pasien dengan usia lanjut, cenderung terlambat berobat dibandingkan dengan pasien yang lebih muda.

"Kemudian, pendidikan. Pendidikan yang relatif tidak sampai perguruan tinggi, atau hanya SMP, kemungkinannya dua kali lipat terlambat," sambung dr. Sonar.

Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), Linda Agum Gumelar yang hadir dalam webinar ini menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menekan angka kanker payudara stadium lanjut.

Upaya tersebut direalisasikan melalui edukasi dan sosialisasi skrining dan deteksi kanker payudara kepada berbagai pihak, mulai dari mahasiswa hingga perempuan lanjut usia (lansia).

"Sasaran kami (awalnya) kepada perempuan yang usianya sudah di atas 30 tahun. Tapi kami sudah mulai 2019 kepada generasi milenial. Karena kami sepakat bahwa milenial ini harus kita siapkan, karena di sekolah mereka tidak dapat pelajaran kesehatan reproduksi," ujar Linda.

Sebab tidak adanya pelajaran mengenai kesehatan reproduksi itu, lanjut Linda, sering kali milenial terlambat mengetahui tentang skrining dan deteksi dini, terutama Periksa Payudara Sendiri (Sadari) yang bisa dilakukan di rumah masing-masing.

"Kami berharap ketika mereka melewati haid pertama sudah tahu (soal Sadari). Jadi mereka bisa melakukan secara rutin," tutup Linda.

icon-whatsapp-ykpi