Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) diwakili oleh Ibu Linda Agum Gumelar bersama Kementerian Kesehatan mengadakan diskusi dengan Forum Advokasi Kanker Payudara Indonesia (AKPI) di Kantor Kemenkes Jakarta, Kamis (2/1) siang. AKPI berkomitmen membantu pemerintah dalam Rencana Pencegahan dan Pengendalian Kanker Nasional 2024-2034 dengan memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Seperti yang kita semua ketahui, kasus kanker payudara di Indonesia berdasarkan data Globocan 2022 mencapai 66.271 atau 16.2% dari keseluruhan kasus kanker di Indonesia. Diperkirakan angka insidensinya mencapai 44.3 per 100.000 perempuan, dengan angka kematian mencapai 18.6 per 100.000 perempuan. Sebuah studi lokal bahkan menunjukkan bahwa angka kanker payudara di beberapa propinsi mencapai kisaran 29% hingga 47% dari keseluruhan kasus kanker yang dilaporkan.
Mengapa bisa terjadi demikian?? Salah satunya karena rendahnya deteksi dini yang dilakukan oleh masyarakat. Data yang dilaporkan dalam Rencana Kanker Nasional menyebutkan bahwa angka deteksi dini kanker payudara yang mencakup SADANIS hanya berkisar 13.7%. Promosi dan edukasi masyarakat yang masif untuk meningkatkan kesadaran tentang tanda dan gejala kanker serta pentingnya deteksi dini dan pengobatan tepat waktu sangat penting. Program pemeriksaan kesehatan di hari ulang tahun yang dicanangkan Kementerian Kesehatan merupakan upaya yang harus disukseskan bersama.
Tak hanya itu, keterlambatan diagnosis dan beban ekonomi juga menjadi penyebab tingginya angka kanker payudara khususnya kanker payudara stadium lanjut. Lebih dari 70% pasien terdiagnosis pada stadium lanjut (III atau IV) sehingga mengurangi peluang untuk bertahan hidup. Sebanyak 64.7% pasien mengalami keterlambatan diagnosis. Hambatan untuk mendapatkan deteksi dini meliputi rendahnya kesadaran masyarakat, stigma dan keterbatasan akses terhadap fasilitas skrining.
Terdiagnosis kanker payudara di Indonesia juga berpotensi menjadi financial catastrophe, dengan 70% pasien meninggal atau mengalami kesulitan finansial hanya dalam satu tahun sejak terdiagnosis. Biaya medis untuk pengobatan kanker payudara di rumah sakit lebih tinggi dibandingkan dengan tarif klaim yang diberikan melalui sistem BPJS. Hal ini dapat membatasi rumah sakit dalam memberikan layanan berkualitas tinggi sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Oleh sebab itu, Forum AKPI mendorong agar Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan segera bertindak untuk menurunkan angka kematian akibat kanker payudara dan meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker payudara di Indonesia dengan mengembangkan, merealisasikan dan secara berkelanjutan memastikan pembiayaan program pengendalian kanker payudara dalam skala nasional selaras dengan Rencana Kanker Nasional 2024 - 2034 dan Global Breast Cancer Initiative (GBCI) dari WHO.
Forum AKPI yakin dapat mewujudkan visi masa depan dimana kanker payudara bukan lagi penyakit yang mengancam nyawa, tetapi penyakit yang dapat diatasi karena setiap perempuan di Indonesia dengan kanker payudara bisa mendapatkan akses terhadap perawatan yang tepat waktu, setara dan efektif.
Beberapa himbauan AKPI kepada pemangku kebijakan adalah dengan memastikan adanya kebijakan dan aturan teknis pelaksanaan dan mengalokasikan pendanaan serta sumberdaya yang memadai, menyusun Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara (RAN Kanker Payudara) yang berisi strategi untuk merealisasikan Rencana Kanker Nasional Indonesia 2024 – 2034 dan mengalokasikan pendanaan yang berkelanjutan untuk pencegahan, deteksi dini, pengobatan dan program kesintasan serta perawatan paliatif.